TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Kasus Pelanggaran Etika PT. Great River International, Tbk
Makalah ini disusun oleh :
Nama : Dany Fitriansyah
NPM : 21210692
Kelas : 4EB21
Mata Kuliah : Etika Profesi
Dosen : Evan Indrajaya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap profesi memiliki etika profesi pada profesinya masing-masing atau yang biasa disebut dengan kode etik. kode etik pada setiap profesi dimaksudkan untuk menjunjung tinggi martabat profesi dan meningkatkan mutu profesi, contohnya pada profesi akuntansi setiap akuntan diwajibkan menaati kode etk yang telah ditetapkan untuk itu setiap akuntan tidak boleh melanggar kode etik tersebut, akan tetapi masih banyak akuntan-akuntan yang tidak menaati etika profesinya, seperti halnya melakukan kecurangan dalam pencatatan laporan keuangan perusahaan, misalnya seperti kasus Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta diindikasi melakukan kesalahan
dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. yang menyebabkan mengalami penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada
laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya
kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Profil Perusahaan
PT Great River International merupakan
perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan terkemuka di Indonesia. PT Great
River International Didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada
tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries. Kemudian pada tahun
1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada awalnya, PT Great
River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai
dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan
berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk quality management.
2.2 Kasus
Mulai
tahun 2002, PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan
dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke
Pengadilan Niaga. Permohonan
PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh
Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta dari
Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving
Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995. PT
Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan
jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292.
Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355.
Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih sebesar
Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama tahun
sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian
dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada
Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Lonjakan
laba bersih itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos luar biasa dari hasil
restrukturisasi utang sebesar Rp 1,277 trilyun. Dari total utang sebesar 172,5
juta dollar AS, Great River memperoleh potongan utang (hair cut) sebesar 85
persen atau untuk setiap dollar utangnya, perseroan hanya membayar 15 sen. Oleh
karena itu, pos-pos yang tadinya untuk membayar utang, karena ada koreksi
pembukuan, berubah menjadi keuntungan. Secara langsung, pendapatan dari pos
luar biasa tersebut tidak mempengaruhi aliran dana tunai (cashflow) perusahaan,
tetapi mengubah struktur keuangan perseroan menjadi positif. Sebagaimana
dialami berbagai emiten lainnya, perusahaan garmen ini mengalami kesulitan
keuangan semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya nilai tukar dollar AS
terhadap rupiah membuat nilai utang perseroan melejit ke atas. Proses
restrukturisasi yang sudah dirintis manajemen selama 4 tahun, sejak tahun 1998
tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan penandatanganan scheme buy back
(skema pembelian kembali) utang pada bulan Agustus 2002.
Pada
tahun 2005, salah satu pemegang saham PT. Great River International Tbk mengajukan diadakannya Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk menindaklanjuti hasil audit
investigasi Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf dan Mawar. Dalam RUPLSB tersebut,
akan dimintakan persetujuan pelaksanaan kuasi reorganisasi terhadap hasil audit
investigasi terhadap perseroan yang dilakukan oleh KAP Amir Abadi Jusuf &
Mawar pada November 2005. Selain itu, RUPLSB juga akan meminta persetujuan soal
restrukturisasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau
seluruh utang menjadi saham perseroan. Termasuk pula persetujuan soal
penambahan modal sehubungan dengan konversi sebagian atau seluruh utang
perseroan menjadi saham perseroan. Akuntan publik
Justinus Aditya Sidharta diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan
keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah
adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan
account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan
keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan
arus kas dan gagal dalam membayar utang. Berdasarkan investigasi tersebut
Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great
River ikut menjadi tersangka.
Oleh karenanya Menteri
Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin
akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti
melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan
dengan
laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT.
Great River tahun 2003. Dalam konteks
skandal keuangan di atas, muncullah pertanyaan apakah trik-trik rekayasa
tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan
tersebut atau sebenarnya telah terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan
praktik kejahatan tersebut. Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak
mampu mendeteksi trik rekayasa laporan keuangan maka yang menjadi inti
permasalahannya adalah kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika
yang terjadi justru akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa
tersebut, seperti yang terungkap juga pada skandal yang menimpa Enron,
Andersen, Xerox, WorldCom, Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney
(Sunarsip 2002 dalam Christiawan 2003:83) maka inti permasalahannya adalah
independensi auditor tersebut. Terkait dengan konteks inilah, muncul pertanyaan
seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi auditor saat ini dan apakah
kompetensi dan independensi auditor tersebut berpengaruh terhadap kualitas
audit yang dihasilkan oleh akuntan publik. Kualitas audit ini penting karena
dengan kualitas audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan keuangan yang
dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.
Auditor yang
berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka
juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan
dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada
tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Namun sesuai
dengan tanggung jawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan
suatu perusahaan, maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi
atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam mengaudit. Tanpa adanya
independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan
hasil audit dari auditor sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa
pengauditan dari auditor. Atau dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan
oleh independensinya (Supriyono, 1988).
Standar umum kedua (SA
seksi 220 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa “Dalam semua hal
yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor“. Standar ini
mengharuskan bahwa auditor harus bersikap independen (tidak mudah dipengaruhi),
karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan
demikian ia tidak dibenarkan untuk memihak. Auditor harus melaksanakan
kewajiban untuk bersikap jujur tidak hanya kepada manajemen dan
pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditor dan pihak lain yang
meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan audited.
Bapepam menemukan adanya indikasi
konspirasi dalam penyajian laporan keuangan konsolidasi Great River. Tak
tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan keuangan Great
River itu ikut menjadi tersangka. Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak
tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus
Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus
terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP)
berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great
RiverInternational Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus
dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan
akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia
juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik
(KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang
telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan
Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan
tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik
(BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan
Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik
(IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang
Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor
359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin
apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan
atau IAI-KAP. Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya sedang melakukan
penyidikan terhadap AP yang memeriksa laporan keuangan Great River. Kalau
ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu, maka AP tersebut bisa dijadikan
sebagai tersangka. “Kita sedang proses penyidikan terhadap AP yang
bersangkutan. Kalau memang nanti ditemukan ada unsur pidana, maka dia akan kita
laporkan juga Kejaksaan,” ujar Fuad.
Seperti diketahui, sejak Agustus
lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great
River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi
konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, dia tidak
bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
emiten berkode saham GRIV itu. Fuad juga menjelaskan tugas akuntan adalah hanya
memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan, menurutnya, tidak boleh melakukan
segala macam rekayasa dalam tugasnya. “Dia bisa dikenakan sanksi berat untuk
rekayasa itu,” katanya untuk menghindari sanksi pajak.Menanggapi tudingan itu, Kantor
akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam
mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan
Malonda, Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great River, pihaknya
tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana
obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great
River berbeda dengan ketentuan yang ada. “Kami mengaudit berdasarkan data
yang diberikan klien,” kata Justinus.
Menurut Justinus, Great River banyak
menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak
pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian.
Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan
menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan.
Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan
dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan
yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya
penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan
informasi secara sengaja. Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor
Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang
US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan
pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank
Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk
membayar pinjaman tersebut. “Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang
2001 - 2003,” kata Justinus.
Sebelumnya Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan
keuangan konsolidasi Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember
2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu
ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, SunjotoTanudjaja. Kasus
tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf,
dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang,
dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami
kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Berdasarkan hasil pemeriksaan
Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya,
Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account
penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan
aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian.
Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar
utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp
400 miliar.
Kronologi
Kasus 23 Nopember 2005
Sejak
Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan
Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya:
a. Overstatement atas penyajian akun
penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003; dan
b. Penambahan aktiva tetap perseroan,
khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak
dapat dibuktikan kebenarannya.
Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya
indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut.
“Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,”
katanya. Tapi dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi
dalam penyajian laporan keuangan Great River itu. Berdasarkan hal-hal tersebut
di atas, Bapepam pada tanggal 22 Nopember 2005 meningkatkan Pemeriksaan atas
kasus GRIV ke tahap Penyidikan. Sehubungan dengan tindakan Penyidikan tersebut,
Bapepam telah dan akan berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait.
29 Maret 2006
ECW Neloe Dirut Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik
Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait kredit macet PT Great River
Internasional (PT GRI) yang bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan
pembelian obligasi PT GRI oleh Bank Mandiri.
17
Mei 2006
Sunyoto Tanudjaya (ST) bos PT. Great River jadi buronan
keberadaannya tidak di ketahui hingga saat ini. Direktur Penyidikan Kejaksaan
Agung (Kejagung) mengeluarkan surat perintah penangkapan. Sekarang dia masih
buron.
28
November 2006
Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28
Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya
Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti
melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan
dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River
International Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa
atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit
umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin
Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan
tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi
ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas
Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor
002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari
keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal
ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan
Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003
yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang
bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
04
Desember 2006
Pengumuman oleh PT Bursa Efek Surabaya bahwa PT. Great River
Internasional Tbk memenuhi kriteria delisting dengan menunjuk keterlambatan
penyampaian laporan keuangan:
·
Untuk
tanggal yang berakhir pada 31 Desember2004 (audited)
·
Untuk
tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2005
·
Untuk
tanggal yang berakhir pada 31 Desember2005 (audited)
·
Untuk
tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2006
08 Desember 2006
Kasus Great River semakin mencuat setelah adanya temuan
auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi
penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar
rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan
gagal membayar utang.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melimpahkan kasus
penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk. ke Kejaksaan
Tinggi. Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi
konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam
kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi
dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian
laporan keuangan Great River itu.
Fuad hanya menyatakan tugas akuntan adalah hanya memberikan
opini atas laporan perusahaan. Akuntan, kata dia, tidak boleh melakukan segala
macam rekayasa dalam tugasnya. “Karena ada sanksi berat untuk (rekayasa) itu,”
katanya.
Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik
akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003.
Bapepam juga sudah menetapkan empat anggota direksi Great River sebagai
tersangka, termasuk pemiliknya, SunjotoTanudjaja. Penyidikan berdasarkan hasil
pemeriksaan adanya indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan.
Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian
account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa
penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa
pembuktian.
Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak
mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar
obligasi senilai Rp 400 miliar.
Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik.
Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik.
20
Desember 2006
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan
Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota
direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk
pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi
dalam penyajian laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan
Publik yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.
02
April 2007
Menunjuk Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005
tertanggal 13 Januari 2005 mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah
berjalan lebih dari 2 (dua) tahun, serta kondisi PT Great River International
Tbk yang saat ini tidak berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai
kapasitas yang ada dan dipandang berpengaruh terhadap going concern Perusahaan
Tercatat, dimana belum terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi
tersebut, maka mengacu pada Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor
I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali
(Relisting) Saham di Bursa angka III.3.1, Bursa menghapus pencatatan saham
Perusahaan Tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila Perusahaan
Tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini :
1.
Mengalami
kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap
kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara
hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan
Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan
yang memadai;
2.
Saham
Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya
diperdagangkan di pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh
empat) bulan terakhir.
Atas dasar hal tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk
menghapuskan pencatatan Efek PT Great River International Tbk. yang berlaku
efektif pada tanggal 2 Mei 2007. Selain itu terdapat pertimbangan lain yang
mendasari keputusan penghapusan pencatatan Efek Perseroan yaitu belum
dipenuhinya kewajiban penyampaian Laporan Keuangan dan kewajiban finansial
Perseroan kepada Bursa berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan
Tahun 2004 dan 2005 serta Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah Tahunan dan
Triwulan III Tahun 2005 dan 2006 serta denda keterlambatan penyampaian Laporan
Keuangan baik Auditan maupun triwulanan tahun 2004, 2005 dan 2006 dan pembayaran
Biaya Pencatatan Tahunan (ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya
pengumuman ini.
BAB III
KESIMPULAN
Salah satu hal yang ditekankan pasca skandal ini adalah
perlunya etika profesi. Selama ini bukan berarti etika professi tidak penting
bahkan sejak awal professi akuntan sudah memiliki dan terus menerus memperbaiki
Kode Etik Professinya baik di USA maupun di Indonesia. Etika adalah aturan
tentang baik dan buruk. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa
yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai
anggota professi baik dalam berhubungan dengan kolega, langganan, masyarakat
dan pegawai. Kenyataannya konsep etika yang selama ini dijadikan penopang untuk
menegakkan praktik yang sehat yang bebas dari kecurangan tampaknya tidak cukup
kuat menghadapi sifat sifat “selfish dan egois”, kerakusan ekonomi yang
dimiliki setiap pelaku pasar modal, dan manajemen yang bermoral rendah yang
hanya ingin mementingkan keuntungan ekonomis pribadinya.
Profesi akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu
profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang
fair, oleh karena itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan hal
utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian,
berpengetahuan dan berkarakter. Dalam kenyataannya, banyak akuntan yang tidak
memahami kode etik profesinya sehingga dalam prakteknya mereka banyak melanggar
kode etik. Hal ini menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap
profesi akuntansi. Kondisi ini diperburuk dengan adanya perilaku beberapa
akuntan yang sengaja melanggar kode etik profesinya demi memenuhi kepentingan
mereka sendiri.
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia
diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan
prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan
klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode
etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan
keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang
diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang
diatur dalam kode etik profesi.
Kasus PT Great River International, Tbk di atas, yang
melibatkan akuntan publik Justinus Aditya Sidharta, dianggap telah menyalahi
aturan mengenai kode etik profesi akuntan, terutama yang berkaitan dengan
integritas dan objektivitas. Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta dianggap
telah melakukan tindak kebohongan publik, dimana dia tidak melaporkan kondisi
keuangan PT Great River International, Tbk secara jujur.
sumber :
http://yetikusumawati.blogspot.com/2011/01/kasus-tentang-etika-profesi-akuntansi.html
http://pieterleonard91.blogspot.com/2012/10/definisi-etika-kasus-pelanggaran-kode.html
wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar