Kamis, 22 Maret 2012

KASUS HUKUM PERDATA



            Banyak kasus pelanggaran Hukum Perdata yang terjadi dalam masyarakat. berikut adala beberapa contoh kasusnya,

# Contoh 1

            Artis A merasa terhina dengan sebuah pemberitaan di Tabloid gosip Ibukota karena diberitakan artis A sebagai pengedar dan pemakai psikotropika. Karena tidak terima, maka artis A melaporkan tabloid gosip tersebut ke polisi bahwa tabloid gosip tersebut telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan terhadap artis A. Maka kasus antara artis A dan tabloid gosip tersebut termasuk dalam kasus perdata.

            contoh kasus ini banyak kita dengar dan lihat baik melalui berbagai macam media , baik media elektronik maupun media cetak. dapat kita lihat bahwa masih banyak tindakan-tindakan yang mencemarkan nama baik.

            pada dasarnya Pihak yang menyebarkan berita tidak melihat dari bukti-bukti yang bisa di pertanggung jawabkan sehingga menyebabkan orang yang menjadi pembicaraan merasa tidak tenang , dan juga dapat berefek kepada masyarakat yang berada disekitarnya. bisa jadi orang tersebut merasa di kucilkan di dalam masyarakat dengan adanya pemberitaan tersebut dan dapat mengubah image seseorang yang baik menjadi orang yang jahat dengan adanya pemberitaan yang sembarangan seperti itu.


# Contoh 2

            Bapak A mempunyai 3 orang anak, yaitu B, C, dan D. Sebelum meninggal, Bapak A telah menulis surat wasiat yang ditujukan untuk ketiga anaknya tersebut. Dalam surat wasiat tersebut menyebutkan bagian warisan untuk masing-masing anaknya. Sebulan setelah Bapak A meninggal terjadi selisih pendapat antara masing-masing anaknya tersebut hingga menyebabkan perselisihan dalam pembagian harta warisan. Karena ada yang tidak terima, maka salah satu anak Bapak A melaporkan 2 saudara lainnya ke polisi. Laporan yang diberikan kepada polisi merupakan laporan atas kasus perdata.

            Di indonesia masih banyak orang yang memperdebatkan hak waris , padahal dalam Agama pun sudah di tentukan masalah hak waris tersebut dimana setiap anggota keluarga mendapat bagiannya masing. Hal ini terjadi di karenakan orang-orang yang menerima dengan iklas bagian-bagian warisan yang telah mereka terima dalam surat waris. contoh kasus ini dapat memecahkan persaudaraan dalam keluarga, karena masing-masing pihak bersifat egois dana ingin mendapat bagian yang lebih banyak.


sumber 
http://carapedia.com/kasus_perdata_info684.html

Rabu, 21 Maret 2012

Hukum Perjanjian

STANDAR KONTRAK

            Di kemukakan oleh Johannes Gunawan standar kontrak adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen

KARAKTERISTIK UTAMA KONTRAK STANDAR

1. dibuat agar suatu industri atau bisnis dapat melayani transaksi tertentu secara efisien, khususnya untuk digunakan dalam akti- vitas transaksional yang diperkirakan akan berfrekuensi tinggi;

2. dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang cepat bagi penggunanya, tetapi juga mampu memberikan kepastian hukum bagi pembuatnya;

3. demi pelayanan cepat, ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis dan dipersiapkan untuk dapat digandakan dan ditawarkan dalam jumlah sesuai kebutuhan;

4. isi persyaratan distandarisir atau dirumuskan terlebih dahulu secara sepihak;

5. dibuat untuk ditawarkan kepada publik secara massal.


SYARAT PERUMUSAN KONTRAK STANDAR

1. Perancangan kontrak standar harus berpedoman pada asas fairness dan reasonableness;
2. Persyaratan kontrak yang membebani salah satu pihak secara tidak wajar (unconscionable bargain);
3. Kesadaran akan akibat-akibat pokok dari pengikatan diri pada kontrak dalam waktu yang wajar sebelum penutupan perjanjian;
4. Perhatian pada penerapan prinsip bahwa penafsiran isi kontrak untuk keuntungan pihak yang berkedudukan lebih lemah.


JENIS-JENIS KONTRAK STANDAR

Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:

1. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur;
2. kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak
3. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.


Macam-macam Perjanjian atau perikatan

Perikatan bersyarat
            suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi.
ü  Perikatan dengan syarat tangguh  Perikatan lahir hanya apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi dan perikatan lahir pada detik  terjadinya peristiwa itu.
ü  Perikatan dengan suatu syarat batal Suatu perikatan yang sudah lahir, justru berakhir atau batal apabila peristiwa yang di maksud itu terjadi.

Perikatan dengan ketetapan waktu  
            Suatu ketepatan waktu tidak menangguhkan lahirnya suatu perjanjian atau perikatan suatu perjanjian atau perikatan, melainkan hanya menanggungkan pelaksanaanya, ataupun  menetapkan lama waktu berlakunya suatu  perjanjian atau perikatan.

Perikatan mana suka (Alternatif)
             Suatu perikatan, dimana ada dua atau lebih  macam prestasi sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan.

Perikatan tanggung menanggung
            Suatu perikatan dimana terdapat beberapa orang bersama-sama sebagai pihak debitur berhadapan dengan satu kreditur atau sebaliknya. Bila beberapa orang berada di pihak debitur maka tiap-tiap debitur  itu dapat dituntut untuk memenuhi seluruh  utang. Sebaliknya bila beberapa orang berada dipihak kreditur, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut pembayaran seluruh utang.

Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
             Suatu perikatan, dapat atau tak dapat dibagi, adalah sekedar prosentasinya dapat dibagi menurut imbanganpembagian mana tidak boleh mengurangi hakekat prestasi itu.



SYARAT SAH PERJANJIAN


Ada 4 syarat yaitu : (pasal 1320 KUHPdt)

1. Syarat yang bersifat Subyektif :
ü  Sepakat untuk mengikatkan dirinya. Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal ini, antara para pihak harus mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, di mana kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Bebas di sini artinya adalah bebas dari kekhilafan (dwaling, mistake), paksaan (dwang, dures), dan penipuan (bedrog, fraud). Secara a contrario, berdasarkan pasal 1321 KUHPer, perjanjian menjadi tidak sah, apabila kesepakatan terjadi karena adanya unsur-unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.

ü  Cakap untuk membuat suatu perjanjian. Kecakapan para pihak. Menurut pasal 1329 KUHPer, pada dasarnya semua orang cakap dalam membuat perjanjian, kecuali ditentukan tidak cakap menurut undang-undang.


            Dua syarat ini di katakan subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian .

2. Syarat syrat yang bersifat Obyektif  :
ü  Mengenai suatu hal tertentu. Hal tertentu artinya adalah apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak, yang paling tidak barang yang dimaksudkan dalam perjanjian ditentukan jenisnya. Menurut pasal 1333 KUHPer, objek perjanjian tersebut harus mencakup pokok barang tertentu yang sekurang-kurangnya dapat ditentukan jenisnya. Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa objek perjanjian adalah barang-barang yang dapat diperdagangkan.
ü  Suatu sebab yang halal. Sebab yang halal adalah isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum. Hal ini diatur dalam pasal 1337 KUHPer.

Dua syarat ini di katakan Objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objenya dari perbuatan hukum yang di lakukan.


SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN

            Menurut azaz kosensualitas, suatu perjanjian di lahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. sepakat adalah suatu persesuaian padam dan kehendak antara 2 pihak tersebut.
            Dengan demikian untuk mengetahui apakah telah dilahirkan suatu perjanjian , harus dipastikan apakah telah tercapai sepakat tersebut dan bilamana tercapainya sepakat itu. pada masa lalu apabila kedua pihak itu berselisih  maka tidak dapat di lahirkan suatu perjanjian , akan tetapi dalam masyarakat yang sudah modern ukuran itu tidak dapat di pertahankan lagi.
            Sejak orang memakai surat menyurat dan telegram dalam menyelenggarakan urusan-urusannya,maka ukuran dan syarat bahwa untuk tercapainya suatu perjanjian terpaksa di tinggalkan. yang terpenting bukan kehendak lagi tetapi apa yang di nyatakan oleh seseorang. jadi apabila ada suatu perselisihan antara apa yang di nyatakan oleh suatu pihak , maka pernyataan itu yang menentukan , sebab peryataan itu dapat dipakai sebagai pegangan untuk orang lain.


PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN

Pembatalan suatu Perjanjian
            pembatalan perjanjian dapat terjadi di karenakan sebagai berikut :

1.      Karena pembayaran
2.      Karena penawaran pembayaran
3.      Karena pembaharuan utang/novatie
4.      Karena perjumpaan utang/kompensasi
5.      Karena percampuran utang
6.      Karena musnahnya obyek
7.      Karena pembebasan utang
8.      Karena batal demi hukum atau dibatalkan
9.      Karena berlakunya syarat batal
10.  Karena daluarsa yang membebaskan.

dalam syarat sahnya suatu perjanjian diterangkan bahwa apabila suatu syarat objektif tidak di penuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null an void).apabila pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yang subjektif maka perjanjian itu bukan batal demi hukum , tetapi dapat di minta pembatalannya oleh salah satu pihak


Pelaksanaan Suatu Perjanjian

suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepda orang lain, atau dimana dua orang saling janji untuk melaksanakan sesuatu.

perjanjian-perjanjian di bagi dalam 3 macam :
1.      perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang
2.      perjanjian untuk berbuat sesuatu
3.      perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu

Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.

ü  Pembayaran

1)      Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian
2)      Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang
3)      Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
4)      Media pembayaran yang digunakan
5)      Biaya penyelenggaran pembayaran

ü  Penyerahan Barang

            Yang dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai berikut:
6)      Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan
7)      Harus ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori abstrak
8)      Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda
9)      Penyerahan harus nyata (feitelijk)

ü  Macam- macam Penyerahan Barang

            Berdasarkan sifat barang yang akan diserahkan, ada tiga cara penyerahan barang yang dikenal dalam undang- undang:
1)      Penyerahan barang bergerak berwujud
2)      Penyerahan barang tidak bergerak
3)      Penyerahan barang bergerak tidak berwujud

ü  Biaya Penyerahan

            Menurut ketentuan pasal 1476 KUHPdt, biaya penyerahan dipikul oleh penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh pembeli, jika tidak diperjanjikan sebaliknya. Ini berarti jika pihak- pihak tidak menentukan lain, berlakulah ketentuan pasal ini. Tetapi jika pihak- pihak menentukan cara tersendiri, maka ada beberapa kemungkinannya, misalnya:

1)      Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh pembeli
2)      Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh penjual
3)      Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul bersama- sama olehkedua belah pihak, baik secara dibagi, maupun secara perimbangan.

            Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian  itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

sumber :

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c3d1e98bb1bc
http://www.scribd.com/doc/13273745/HUKUM-PERJANJIAN
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/makalah-hukum-perikatan.html
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab4-hukum_perikatan_dan_perjanjian.pdf

Hukum Perdata


Hukum  Perdata yang  Berlaku di Indonesia

            Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek. Sebagian materi Burgerlijk Wetboek sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Undang-Undang Perkawinan, Undang-undang Hak Tanggungan, dan Undang-undang Kepailitan. Kodifikasi KUHPerdata. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.

            Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. Burgerlijk Wetboek Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.


Sejarah Hukum Perdata

            Hukum perdata berasal dari pemikiran orang-orang daratan eropa. hukum ini mengacu pada code Napoleon yang di buat berlandasan hukum romawi corpus juris civilis. pada masa itu racikan kedua aturan tersebut di anggap paling sempurna. negara perancis pada masa itu membagi hukum ini dalam 2 kode, code civil (hukum perdata ) dan code commerce ( hukum dagang).

            Kitab mengenai hukum perdata sudah di susun sejak 1814 oleh negara belanda . namun baru dapat di selesaikan beberapa  puluh tahun kemudian karena M.R.J.M kemper sang penyusun wafat.

            Akhirnya, pada tahun 1880, kitab mengenai hukum perdata tersebut selesai di susun oleh penerusnya. kitab itu memiliki 2 kode Burgerlijk Wetboek (kitab undang-undang hukum perdata dan Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-undang Hukum dagang).


Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia

a. Pengertian

            Hukum perdata adalah aliran hukum yang menangani permasalahan antara hak dan kepentingan tiap individu dalam masyarakat. hukum ini juga mengatur permasalahan yang terjadi antar individu dengan individu, lembaga dengan lembaga, dan lembaga dengan individu. hak dan kepentingan yang diatur dalam hukum perdata biasanya berkenaan dengan materi. Materinya bisa berupa Uang, tanah , ataupun hak kepemilikan sebuah lembaga.
                       
            Perkataan Hukum Perdata dalam arti luas meliputi Semua Hukum Privat Materiil Yaitu Hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseorangan didalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan keawajiban seseorang dan suatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadapa orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.

             Di samping Hukum Privat materiil , judag dikenal hukum perdata formal yang lebih dikenal sekrang yaitu dengan Hukum acara Perdata (HAP) yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.

B. Keadaaan Hukum Perdata di Indonesia

            Mengenai keadaan hukum perdata di indonesia dapat kitakan katakan masih bersifat majemuk. Penyebabnya adalah :

1.      Faktor ethnis, disebabkan keaneka ragaman Hukum adat bangsa indonesia, karena Indonesia terdiri dari berbagai suku .

2.      Faktor Hostia Yudiris , pada pasal 163.I.S yang membagi penduduk indonesia dalam tiga golongan

·         Golongan Eropa dan yang di persamakan. Berlaku Hukum perdata dan Hukum dagang barat yang di selaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan asas konkordinasi.
·         Golongan Bumi Putera ( bangsa asli indonesia) dan yang di persamakan . Berlaku hukum adat Mereka yaitu hukum yang sejak dulu berlaku di kalangan masyarakat, dimana sebagian besar hukum tersebut tidak tertulis melainkan hidup dalam kebiasaan masyarkatnya.
·         Golongan Timur Asing (Cina,India,Arab). Berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan timur asing di perbolehkan untuk taat kepada hukum eropa barat baik secara keseluruhan untuk beberapa macam tincakan hukum tertentu saja.




Sistematika Hukum Perdata di indonesia

            Sistimatika Hukum Perdata ada 2 pendapat, yang pertama  dibagi menjadi beberapa bagian, dalam beberapa bagian Buku, yaitu :
1.      Buku 1, Tentang Orang
2.      Buku 2, Tentang Benda
3.      Buku 3, Tentang Perikatan
4.      Buku 4, Tentang Pembuktian dan Daluwarsa

            Menurut beberapa ahli hukum sistimatika ini salah, karena masih banyak  Kelemahan didalamnya. Kelemahan sistimatika hukum perdata ini adalah ;

·         Pada Buku 2, ternyata mengatur (juga) tentang hukum waris .Menurut penyusun KUHPdt, hukum waris dimasukkan KUHPdt karena waris merupakan cara memperoleh hak milik . Ini menimbulkan Tindakan Kepemilikan : Segala tindakan atas sesuatu karena adanyahak milik (Menggunakan, Membuang, Menjual, Menyimpan,Sewakan, dll)

·         Pada Buku 4, tentang Pembuktian dan Daluwarsa, KUHPdt  (juga)mengatur tentang Hukum Formil. Mestinya KUHPer merupakanHukum Materiil, sedangkan Hk. Formil nya adalah Hukum AcaraPerdata.

Di karenakan perbedaaan pendapat ahli hukum tersebut maka kemudian muncul sistematika kedua hukum perdata yang menurut Ilmu pengetahuan atau Doktrin.
 
1.      Tentang Orang ( pribadi). mengatur tentang Manusia sebagai subjek dalam Hukum, mengatur tentang prihal Kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya hal-hal yang mempengaruhi kecakapn-kecakapan itu.
2.      Tentang Hukum Keluarga. Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan .
3.      Tentang Hukum Harta Kekayaan. Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat di nilai dengan uang.
4.      Tentang Hukum Waris. Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ian meninggal , di samping itu hukum waris mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.


sumber
http://www.anneahira.com/hukum-perdata.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
http://www.scribd.com/doc/14225195/Dasar-Dasar-Hukum-Perdata-Indonesia
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_perdata_dan_hukum_dagang/1_hukum_perdata.pdf