Rabu, 21 Maret 2012

Hukum Perjanjian

STANDAR KONTRAK

            Di kemukakan oleh Johannes Gunawan standar kontrak adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen

KARAKTERISTIK UTAMA KONTRAK STANDAR

1. dibuat agar suatu industri atau bisnis dapat melayani transaksi tertentu secara efisien, khususnya untuk digunakan dalam akti- vitas transaksional yang diperkirakan akan berfrekuensi tinggi;

2. dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang cepat bagi penggunanya, tetapi juga mampu memberikan kepastian hukum bagi pembuatnya;

3. demi pelayanan cepat, ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis dan dipersiapkan untuk dapat digandakan dan ditawarkan dalam jumlah sesuai kebutuhan;

4. isi persyaratan distandarisir atau dirumuskan terlebih dahulu secara sepihak;

5. dibuat untuk ditawarkan kepada publik secara massal.


SYARAT PERUMUSAN KONTRAK STANDAR

1. Perancangan kontrak standar harus berpedoman pada asas fairness dan reasonableness;
2. Persyaratan kontrak yang membebani salah satu pihak secara tidak wajar (unconscionable bargain);
3. Kesadaran akan akibat-akibat pokok dari pengikatan diri pada kontrak dalam waktu yang wajar sebelum penutupan perjanjian;
4. Perhatian pada penerapan prinsip bahwa penafsiran isi kontrak untuk keuntungan pihak yang berkedudukan lebih lemah.


JENIS-JENIS KONTRAK STANDAR

Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:

1. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur;
2. kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak
3. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.


Macam-macam Perjanjian atau perikatan

Perikatan bersyarat
            suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi.
ü  Perikatan dengan syarat tangguh  Perikatan lahir hanya apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi dan perikatan lahir pada detik  terjadinya peristiwa itu.
ü  Perikatan dengan suatu syarat batal Suatu perikatan yang sudah lahir, justru berakhir atau batal apabila peristiwa yang di maksud itu terjadi.

Perikatan dengan ketetapan waktu  
            Suatu ketepatan waktu tidak menangguhkan lahirnya suatu perjanjian atau perikatan suatu perjanjian atau perikatan, melainkan hanya menanggungkan pelaksanaanya, ataupun  menetapkan lama waktu berlakunya suatu  perjanjian atau perikatan.

Perikatan mana suka (Alternatif)
             Suatu perikatan, dimana ada dua atau lebih  macam prestasi sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan.

Perikatan tanggung menanggung
            Suatu perikatan dimana terdapat beberapa orang bersama-sama sebagai pihak debitur berhadapan dengan satu kreditur atau sebaliknya. Bila beberapa orang berada di pihak debitur maka tiap-tiap debitur  itu dapat dituntut untuk memenuhi seluruh  utang. Sebaliknya bila beberapa orang berada dipihak kreditur, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut pembayaran seluruh utang.

Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
             Suatu perikatan, dapat atau tak dapat dibagi, adalah sekedar prosentasinya dapat dibagi menurut imbanganpembagian mana tidak boleh mengurangi hakekat prestasi itu.



SYARAT SAH PERJANJIAN


Ada 4 syarat yaitu : (pasal 1320 KUHPdt)

1. Syarat yang bersifat Subyektif :
ü  Sepakat untuk mengikatkan dirinya. Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal ini, antara para pihak harus mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, di mana kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Bebas di sini artinya adalah bebas dari kekhilafan (dwaling, mistake), paksaan (dwang, dures), dan penipuan (bedrog, fraud). Secara a contrario, berdasarkan pasal 1321 KUHPer, perjanjian menjadi tidak sah, apabila kesepakatan terjadi karena adanya unsur-unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.

ü  Cakap untuk membuat suatu perjanjian. Kecakapan para pihak. Menurut pasal 1329 KUHPer, pada dasarnya semua orang cakap dalam membuat perjanjian, kecuali ditentukan tidak cakap menurut undang-undang.


            Dua syarat ini di katakan subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian .

2. Syarat syrat yang bersifat Obyektif  :
ü  Mengenai suatu hal tertentu. Hal tertentu artinya adalah apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak, yang paling tidak barang yang dimaksudkan dalam perjanjian ditentukan jenisnya. Menurut pasal 1333 KUHPer, objek perjanjian tersebut harus mencakup pokok barang tertentu yang sekurang-kurangnya dapat ditentukan jenisnya. Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa objek perjanjian adalah barang-barang yang dapat diperdagangkan.
ü  Suatu sebab yang halal. Sebab yang halal adalah isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum. Hal ini diatur dalam pasal 1337 KUHPer.

Dua syarat ini di katakan Objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objenya dari perbuatan hukum yang di lakukan.


SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN

            Menurut azaz kosensualitas, suatu perjanjian di lahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. sepakat adalah suatu persesuaian padam dan kehendak antara 2 pihak tersebut.
            Dengan demikian untuk mengetahui apakah telah dilahirkan suatu perjanjian , harus dipastikan apakah telah tercapai sepakat tersebut dan bilamana tercapainya sepakat itu. pada masa lalu apabila kedua pihak itu berselisih  maka tidak dapat di lahirkan suatu perjanjian , akan tetapi dalam masyarakat yang sudah modern ukuran itu tidak dapat di pertahankan lagi.
            Sejak orang memakai surat menyurat dan telegram dalam menyelenggarakan urusan-urusannya,maka ukuran dan syarat bahwa untuk tercapainya suatu perjanjian terpaksa di tinggalkan. yang terpenting bukan kehendak lagi tetapi apa yang di nyatakan oleh seseorang. jadi apabila ada suatu perselisihan antara apa yang di nyatakan oleh suatu pihak , maka pernyataan itu yang menentukan , sebab peryataan itu dapat dipakai sebagai pegangan untuk orang lain.


PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN

Pembatalan suatu Perjanjian
            pembatalan perjanjian dapat terjadi di karenakan sebagai berikut :

1.      Karena pembayaran
2.      Karena penawaran pembayaran
3.      Karena pembaharuan utang/novatie
4.      Karena perjumpaan utang/kompensasi
5.      Karena percampuran utang
6.      Karena musnahnya obyek
7.      Karena pembebasan utang
8.      Karena batal demi hukum atau dibatalkan
9.      Karena berlakunya syarat batal
10.  Karena daluarsa yang membebaskan.

dalam syarat sahnya suatu perjanjian diterangkan bahwa apabila suatu syarat objektif tidak di penuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null an void).apabila pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yang subjektif maka perjanjian itu bukan batal demi hukum , tetapi dapat di minta pembatalannya oleh salah satu pihak


Pelaksanaan Suatu Perjanjian

suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepda orang lain, atau dimana dua orang saling janji untuk melaksanakan sesuatu.

perjanjian-perjanjian di bagi dalam 3 macam :
1.      perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang
2.      perjanjian untuk berbuat sesuatu
3.      perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu

Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.

ü  Pembayaran

1)      Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian
2)      Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang
3)      Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
4)      Media pembayaran yang digunakan
5)      Biaya penyelenggaran pembayaran

ü  Penyerahan Barang

            Yang dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai berikut:
6)      Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan
7)      Harus ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori abstrak
8)      Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda
9)      Penyerahan harus nyata (feitelijk)

ü  Macam- macam Penyerahan Barang

            Berdasarkan sifat barang yang akan diserahkan, ada tiga cara penyerahan barang yang dikenal dalam undang- undang:
1)      Penyerahan barang bergerak berwujud
2)      Penyerahan barang tidak bergerak
3)      Penyerahan barang bergerak tidak berwujud

ü  Biaya Penyerahan

            Menurut ketentuan pasal 1476 KUHPdt, biaya penyerahan dipikul oleh penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh pembeli, jika tidak diperjanjikan sebaliknya. Ini berarti jika pihak- pihak tidak menentukan lain, berlakulah ketentuan pasal ini. Tetapi jika pihak- pihak menentukan cara tersendiri, maka ada beberapa kemungkinannya, misalnya:

1)      Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh pembeli
2)      Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh penjual
3)      Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul bersama- sama olehkedua belah pihak, baik secara dibagi, maupun secara perimbangan.

            Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian  itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

sumber :

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c3d1e98bb1bc
http://www.scribd.com/doc/13273745/HUKUM-PERJANJIAN
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/makalah-hukum-perikatan.html
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab4-hukum_perikatan_dan_perjanjian.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar